Tuesday 21 October 2014

Konsep Pelayanan Publik



BAB I
PENDAHULUAN
A.  LATAR BELAKANG
Realitas pelayanan publik yang berlangsung di Indonesia telah menjadi topik pembahasan menarik yang telah banyak dikaji oleh berbagai bidang kajian. Kajian-kajian yang menaruh minat terhadap pembahasan topik tersebut meliputi bidang kajian administrasi dan kebijakan publik, politik, ekonomi, sosial dan budaya. Sejumlah hasil penelitian yang mencoba membahas realitas tersebut dilakukan dalam beragam cara pandang, cara mengkaji, serta cara menganalisis yang berbeda-beda sebagai konsekwensi dari mekanisme kerja ilmu pengetahuan yang menganut ketaatan pada teori dan metodologi. Beragam cara pandang serta cara menganalisis realitas sosial tersebut merupakan cara-cara ilmu pengetahuan dalam melahirkan obyek pengetahuan baru dalam mengakumulasi bentuk-bentuk informasi yang ditemukan di lapangan, yang dilakukan secara teoritis dan metodologis oleh para penelitinya.

Pada saat ini Indonesia tengah mengalami perubahan kehidupan berbangsa dan bernegara secara fundamental, dari sistem kepemerintahan yang otoriter dan sentralistik menuju ke sistem pemerintahan yang demokratis. Dan juga tengah menerapkan perimbangan urusan/ kewenangan pusat dan daerah otonom. Perubahan yang terjadi tersebut menuntut terbentuknya pemerintahan yang bersih dan tranparan, dalam mengeluarkan berbagai kebijakan publik yang menguntungkan semua rakyat. Pada dasarnyagoverment memiliki arti atau berkonotasi baik, karena keberadaannya dimaksudkan untuk menjalankan pemerintahan dalam mengatur dan memfasilitasi kegiatan/ program pemerintahan umum dan pembangunan. Goverment menjadi baik atau buruk dikarenakan governance-nya (tata kepemerintahannya), karena itu muncul istilah good governace (tata kepemerintahan yang baik) dan sebaliknya muncul istilah bad governance (tata kepemerintahan yang buruk).

Kebijakan publik dapat diartikan sebagai rencana tindakan negara atau pemerintah, yang akibat-akibat konstruktif atau destruktifnya secara langsung berpengaruh kepada masyarakat luas. Hal ini dikarenakan perencanaan tindakan negara atau pemerintah disusun mulai dari kebijakan nasional sampai ke kebijakan di daerah (dalam bentuk stratifikasi politik kebijakan nasional), sehingga semua komponen masyarakat menerima pengaruh pelaksanaan kebijakan itu.

Pembuatan kebijakan publik yang berbagai macam jenisnya, mencerminkan artikulasi aspirasi rakyat, pada saat ini selalu diupayakan untuk bersifat demokratis, dimana rakyat diberi ruang untuk  menyuarakan kepentingan/ kebutuhannya. Dengan demikian pihak policy maker selaku pembuat kebijakan mendapatkan legitimasi yang semakin kuat, untuk melaksanakan berbagai kebijakan/ keketapan/ keputusan.

Namun ketika para pengambil kebijakan memperoleh kesempatan untuk membangun, disinilah terdapat celah-celah yang bisa dimasuki oleh oknum policy maker sebagai pelaku KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme). Celah semacam inilah yang bisa jadi menghambat pencapaian kesejateraan untuk masyarakat luas, terutama pemberantasan kemiskinan dan penyediaan lapangan kerja.
Dari berbagai kepustakaan dapat diungkapkan bahwa kebijakan publik dalam kepustakaan Internasional disebut sebagai public policy, yaitu suatu aturan yang mengatur kehidupan bersama yang harus ditaati dan berlaku mengikat seluruh warganya. Setiap pelanggaran akan diberi sanksi sesuai dengan bobot pelanggarannya yang dilakukan dan sanksi dijatuhkan didepan masyarakat oleh lembaga yang mempunyai tugas menjatuhkan sanksi (Nugroho R., 2004; 1-7). 
Aturan atau peraturan tersebut secara sederhana kita pahami sebagai kebijakan publik, jadi kebijakan publik ini dapat kita artikan suatu hukum. Akan tetapi tidak hanya sekedar hukum namun kita harus memahaminya secara utuh dan benar. Ketika suatu isu yang menyangkut kepentingan bersama dipandang perlu untuk diatur maka formulasi isu tersebut menjadi kebijakan publik yang harus dilakukan dan disusun serta disepakati oleh para pejabat yang berwenang. Ketika kebijakan publik tersebut ditetapkan menjadi suatu kebijakan publik; apakah menjadi Undang-Undang, apakah menjadi Peraturan Pemerintah atau Peraturan Presiden termasuk Peraturan Daerah maka kebijakan publik tersebut berubah menjadi hukum yang harus ditaati. 
Sementara itu pakar kebijakan publik mendefinisikan bahwa kebijakan publik adalah segala sesuatu yang dikerjakan atau tidak dikerjakan oleh pemerintah, mengapa suatu kebijakan harus dilakukan dan apakah manfaat bagi kehidupan bersama harus menjadi pertimbangan yang holistik agar kebijakan tersebut mengandung manfaat yang besar bagi warganya dan berdampak kecil dan sebaiknya tidak menimbulkan persoalan yang merugikan, walaupun demikian pasti ada yang diuntungkan dan ada yang dirugikan, disinilah letaknya pemerintah harus bijaksana dalam menetapkan suatu kebijakan (Thomas Dye, 1992; 2-4). 
Untuk memahami kedudukan dan peran yang strategis dari pemerintah sebagai public actor, terkait dengan kebijakan publik maka diperlukan pemahaman bahwa untuk mengaktualisasinya diperlukan suatu kebijakan yang berorientasi kepada kepentingan rakyat. Seorang pakar mengatakan: (Aminullah dalam Muhammadi, 2001: 371 – 372):
bahwa kebijakan adalah suatu upaya atau tindakan untuk mempengaruhi sistem pencapaian tujuan yang diinginkan, upaya dan tindakan dimaksud bersifat strategis yaitu berjangka panjang dan menyeluruh.
Demikian pula berkaitan dengan kata kebijakan ada yang mengatakan: (Ndraha 2003: 492-499)
bahwa kata kebijakan berasal dari terjemahan kata policy, yang mempunyai arti sebagai pilihan terbaik dalam batas-batas kompetensi actor dan lembaga yang bersangkutan dan secara formal mengikat.
Meski demikian kata kebijakan yang berasal dari policy dianggap merupakan konsep yang relatif (Michael Hill, 1993: 8):
The concept of policy has a particular status in the rational model as the relatively durable element against which other premises and actions are supposed to be tested for consistency.
Dengan demikian yang dimaksud kebijakan dalam Kybernology dan adalah sistem nilai kebijakan dan kebijaksanaan yang lahir dari kearifan aktor atau lembaga yang bersangkutan. Selanjutnya kebijakan setelah melalui analisis yang mendalam dirumuskan dengan tepat menjadi suatu produk kebijakan. Dalam merumuskan kebijakan Thomas R. Dye merumuskan model kebijakan antara lain menjadi: model kelembagaan, model elit, model kelompok, model rasional, model inkremental, model teori permainan, dan model pilihan publik, dan model sistem. 
Selanjutnya tercatat tiga model yang diusulkan Thomas R. Dye, yaitu: model pengamatan terpadu, model demokratis, dan model strategis. Terkait dengan organisasi, kebijakan menurut George R. Terry dalam bukunya Principles of Management adalah suatu pedoman yang menyeluruh, baik tulisan maupun lisan yang memberikan suatu batas umum dan arah sasaran tindakan yang akan dilakukan pemimpin (Terry, 1964:278). 
Kebijakan secara umum menurut Said Zainal Abidin (Said Zainal Abidin,2004:31-33) dapat dibedakan dalam tiga tingkatan:
1.       Kebijakan umum, yaitu kebijakan yang menjadi pedoman atau petunjuk pelaksanaan baik yang bersifat positif ataupun yang bersifat negatif yang meliputi keseluruhan wilayah atau instansi yang bersangkutan.
2.       Kebijakan pelaksanaan adalah kebijakan yang menjabarkan kebijakan umum. Untuk tingkat pusat, peraturan pemerintah tentang pelaksanaan suatu undang-undang.
3.       Kebijakan teknis, kebijakan operasional yang berada di bawah kebijakan pelaksanaan.

Namun demikian berdasarkan perspektif sejarah, maka aktivitas kebijakan dalam tataran ilmiah yang disebut analisis kebijakan, memang berupaya mensinkronkan antara pengetahuan dan tindakan. Dikatakan oleh William N. Dunn (William N. Dunn, 2003: 89)
Analisis Kebijakan (Policy Analysis) dalam arti historis yang paling luas merupakan suatu pendekatan terhadap pemecahan masalah sosial dimulai pada satu tonggak sejarah ketika pengetahuan secara sadar digali untuk dimungkinkan dilakukannya pengujian secara eksplisit dan reflektif kemungkinan menghubungkan pengetahuan dan tindakan. 
Setelah memaparkan makna kebijakan, maka secara sederhana kebijakan publik digambarkan oleh Bill Jenkins didalam buku The Policy Process sebagai Kebijakan publik adalah suatu keputusan berdasarkan hubungan kegiatan yang dilakukan oleh aktor politik guna menentukan tujuan dan mendapat hasil berdasarkan pertimbangan situasi tertentu. Selanjutnya Bill Jenkins mendefinisikan kebijakan publik sebagai: (Michael Hill, 1993: 34)
A set of interrelated decisions taken by a political actor or group of actors concerning the selection of goals and the means of achieving them within a specified situation where these decisions should, in principle, be within the power of these actors to achieve. 
Dengan demikian kebijakan publik sangat berkait dengan administasi negara ketika public actor mengkoordinasi seluruh kegiatan berkaitan dengan tugas dalam rangka memenuhi berbagai kebutuhan masyarakat melalui berbagai kebijakan publik/umum untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan negara. Untuk itu diperlukan suatu administrasi yang dikenal dengan “administrasi negara.” Menurut Nigro dan Nigro dalam buku M. Irfan Islamy “Prinsip-prinsip Kebijakan Negara (Islamy, 2001:1), administrasi negara mempunyai peranan penting dalam merumuskan kebijakan negara dan ini merupakan bagian dari proses politik. Administrasi negara dalam mencapai tujuan dengan membuat program dan melaksanakan berbagai kegiatan untuk mencapai tujuan dalam bentuk kebijakan. Oleh karena itu kebijakan dalam pandangan Lasswell dan Kaplan yang dikutip oleh Said Zainal Abidin (Abidin, 2004: 21) adalah sarana untuk mencapai tujuan atau sebagai program yang diproyeksikan berkenaan dengan tujuan, nilai, dan praktik. 
Terkait dengan kebijakan publik, menurut Thomas R. Dye penulis buku “Understanding Public Policy, yang dikutip oleh Riant Nugroho D (Riant, 2004:3)
Kebijakan publik adalah segala sesuatu yang dikerjakan pemerintah, mengapa mereka melakukan, dan hasil yang membuat sebuah kehidupan bersama tampil. 
Sedangkan menurut Said Zainal Abidin, alumni University of Pittsburgh, Pennsylvania, US, (Said Zainal Abidin,2004: 23)
kebijakan publik biasanya tidak bersifat spesifik dan sempit, tetapi luas dan berada pada strata strategis. Sebab itu kebijakan publik berfungsi sebagai pedoman umum untuk kebijakan dan keputusan-keputusan khusus di bawahnya. 

Aktivitas analisis didalam kebijakan publik pada dasarnya terbuka terhadap peran serta disiplin ilmu lain. Oleh karena itu didalam kebijakan publik akan terlihat suatu gambaran bersintesanya berbagai disiplin ilmu dalam satu paket kebersamaan. Berdasarkan pendekatan kebijakan publik, maka akan terintegrasi antara kenyataan praktis dan pandangan teoritis secara bersama-sama.
Diperlukan pula nilai-nilai yang dapat dianut atau dijadikan pegangan oleh pemerintah daerah untuk menerjemahkan setiap kebijakan yang harus diimplementasikan.

B.   RUMUSAN MASALAH
Dengan memperhatikan latar belakang tersebut,agar dalam penulisan ini penulis memperoleh hasil yang di inginkan,maka penulis mengemukakan beberapa rumusan masalah.Rumusan masalah itu adalah :
1. Apakah peyelengaraan kebijakan publik melalui good governance akan menghasilkan sistem pemerintahan dan kesejatraan masyarakat yang baik.?
2. Bagaimanakah pemerintah menyikapi kebijakan publik dengan berbagai persoalan publik ?  
C.   TUJUAN
Adapun tujuan dari rumusan masalah dalam makalh ini adalah:
1. Untuk mengetahui peyelengaraan kebijakan publik melalui good governance oleh pemerintah
2.Untuk mengetahui sejauhmana peran pemerintah dalam berbagai persoalan publik
D.   MANFAAT
Manfaat yang di dapat dari makalah ini adalah :
1.      Mahasiswa dapat mengetahui tentang fungsi pemeritah dalam penyelenggaraan good governance
2.      Kita dapat mengetahui peran pemerintah dalam menanggapi persoalan  governance









BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Kebijakan Publik
Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan bahwa Negara wajib melayani setiap warga negara dan penduduk untuk memenuhi kebutuhan dasarnya dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Seluruh kepentingan publik harus dilaksanakan oleh pemerintah sebagai penyelenggara negara yaitu dalam berbagai sektor pelayanan, terutama yang menyangkut pemenuhan hak-hak sipil dan kebutuhan dasar masyarakat.Dengan kata lain seluruh kepentingan yang menyangkut hajat hidup orang banyak itu harus atau perlu adanya suatu pelayanan.

Pemerintah mengandung arti suatu kelembagaan atau organisasi yang menjalankan kekuasaan pemerintahan, sedangkan pemerintahan adalah proses berlangsungnya kegiatan atau perbuatan pemerintah dalam mengatur kekuasaan suatu negara. Penguasa dalam hal ini pemerintah yang menyelenggarakan pemerintahan, melaksanakan penyelenggaraan kepentingan umum, yang dijalankan oleh penguasa administrasi negara yang harus mempunyai wewenang. Seiring dengan perkembangan, fungsi pemerintahan ikut berkembang, dahulu fungsi pemerintah hanya membuat dan mempertahankan hukum, akan tetapi pemerintah tidak hanya melaksanakan undang-undang tetapi berfungsi juga untuk merealisasikan kehendak negara dan menyelenggarakan kepentingan umum (public sevice). Perubahan paradigma pemerintahan dari penguasa menjadi pelayanan, pada dasarnya pemerintah berkeinginan untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik kepada masyarakat.

Kebijakan publik menurut para ahli pengertiannya (Didi Marzuki -Editor, 2006, h 24-25) sebagai berikut :
Jemes E. Anderson (1979) mengatakan Public Policies are those policies developed by governmental bodies and officials, dapat diartikan bahwa Kebijakan Publik adalah kebijakan-kebijakan yang dikembangkan oleh badan-badan dan pejabat-pejabat pemerintah. Kebijakan yang dibuat ini juga memerlukan kontribusi seluruh stakeholders terkait isu kebijakan yang hendak dipecahkan untuk tujuan kepentingan masyarakat/ publik. Implikasi dari kebijakan publik ini adalah berorientasi pada tujuan/ maksud tertentu, berisi pola-pola tindakan pemerintah/ pejabat, memiliki sifat memaksa (otoritatif). Sebagai misalpemakaian helm standar SNI bagi pengendara sepeda motor, kepemilikan NPWP bagi seluruh penduduk Indonesia yang bekerja maupun yang sudah pensiun, pengenaan pajak bumi dan bangunan (PBB) bagi seluruh penduduk yang memiliki tanah dan bangunan.

David Easton (1953) mengatakan Public Policy is the authoritative allocation of values for whole society,dapat diartikan bahwa Kebijakan Publik adalah pengalokasian nilai-nilai secara syah kepada seluruh anggota masyarakat. Kebijakan yang dibuat ini bertujuan untuk mendistribusikan berbagai nilai sesuai kewenangan yang dimiliki pemerintah, dari pemerintah pusat sampai ke pemerintah daerah/ lokal.

Thomas R Dye mengatakan : Public Policy is whatever the government choose to do or not to do, dapat diartikan bahwa Kebijakan Publik adalah apapun pilihan kebijakan pemerintah untuk melaksanakan sesuatu atau tidak melaksanakan sesuatu, yang masing-masing pilihan memiliki alasan dan tujuan tersendiri. Hal ini termasuk ketika pemerintah   memilih tidak melakukan sesuatu, misalnya angkutan becak, pemerintah kota Semarang sampai hari ini tidak melarang angkutan becak mencari penumpang di jalan-jalan besar ataupun di tempat-tempat lain di wilayah kota Semarang. Berbeda dengan kota Jakarta yang telah lama memberlakukan larangan angkutan becak di wilayah ibukota.

Dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, sebagai mana tercantum dalam pasal 10, 13, dan 14 yang membuat pembagian urusan/ kewenangan pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan pemerintah kota/ kabupaten, maka berbagai urusan/ kewenangan tersebut seperti berikut ini.

·         Urusan pemerintah pusat (pasal 10 ayat (3)) meliputi :
1.      Politik Luar Negeri
2.      Pertahanan
3.      Keamanan
4.      Yustisi
5.      Moneter dan Fiskal Nasional Agama
·         Urusan pemerintah provinsi (pasal 13 ayat (1)) meliputi :
1.    Perencanaan dan pengendalian pembangunan
2.    Perencanaan, pemanfaatan dan pengawasan tata ruang
3.    Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat
4.    Penyediaan sarana dan prasarana umum
5.    Penaganan bidang kesehatan
6.    Pengendalian lingkungan hidup
7.    dst
·         Urusan pemerintah kota/kabupaten (pasal 14 ayat (1)) meliputi :
1.      Perencanaan dan pengendalian pembangunan
2.      Perencanaan, pemanfaatan dan pengawasan tata ruang
3.      Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat
4.      Penyediaan sarana dan prasarana umum
5.      Pengendalian bidang kersehatan
6.      Penyelenggaraan pendidikan
7.      Penanggulangan masalah sosial
8.      Pelayanan bidang ketenaga kerjaan
9.      Dst.
Urusan pemerintahan yang bersifat pilihan (pasal14 ayat (2)) meliputi urusan pemerintah yang bersifat nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejatraan masyarakat, sesuai kondisi, kekhasan dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan, antara lain pertambangan, perikanan, perkebunan, kehutanan, dan pariwisata.
George Edwards III (1980) mengungkapkan ada empat faktor dalam mengimplementasikan suatu kebijakan publik yaitu:
1.      Komunikasi
2.      Sumber daya
3.      Disposisi atau perilaku
4.      Struktur Birokratik
Keempat faktor tersebut secara simultan bekerja dan berinteraksi satu sama lain agar membantu proses implementasi atau sebaliknya menghambat proses implementasi. keempat faktor tersebut saling mempengaruhi secara langsung ataupun tidak langsung keefektifan implementasi kebijakan. 
Sementara menurut Maarse (1987), Keberhasilan suatu kebijakan ditentukan oleh isi dari kebijakan yang harus dilaksanakan dimana isi yang tidak jelas dan samar akan membingungkan para pelaksana di lapangan sehingga interpretasinya akan berbeda. Kemudian ditentukan pula oleh tingkat informasi dari aktor-aktor yang terlibat dalam pelaksanaan sehingga pelaksana dapat bekerja optimal. Lalu ditentukan juga oleh banyaknya dukungan yang harus dimiliki agar kebijakan dapat dilaksanakan dan pembagian dari potensi-potensi yang ada seperti diferensiasi wewenang dalam struktur organisasi. 
Atas dasar hal tersebut, dalam mengimplementasikan suatu kebijakan Pemerintah Daerah harus memperhatikan bermacam-macam faktor. Arus informasi dan komunikasi perlu diperhatikan sehingga tidak terjadi pemahaman yang berbeda antara isi kebijakan yang diberikan oleh pusat dengan persepsi aparat pelaksana di daerah. Diperlukan pula dukungan sumber daya maupun stakeholders yang terkait dengan proses implementasi kebijakan di daerah. Diperlukan pula pembagian tugas maupun struktur birokrasi yang jelas di daerah sehingga tidak terjadi ketimpangan tugas dalam proses implementasi suatu kebijakan di daerah.
Untuk memahami kedudukan dan peran yang strategis dari pemerintah sebagai public actor, terkait dengan kebijakan publik maka diperlukan pemahaman bahwa untuk mengaktualisasinya diperlukan suatu kebijakan yang berorientasi kepada kepentingan rakyat.
Tata laksana pemerintahan yang baik adalah seperangkat proses yang diberlakukan dalam organisasi baik swasta maupun negeri untuk menentukan keputusan. Tata laksana pemerintahan yang baik ini walaupun tidak dapat menjamin sepenuhnya segala sesuatu akan menjadi sempurna – namun, apabila dipatuhi jelas dapat mengurangi penyalah-gunaan kekuasaan dan korupsi. Banyak badan-badan donor internasional, seperti IMF dan Bank Dunia, mensyaratkan diberlakukannya unsur-unsur tata laksana pemerintahan yang baik sebagai dasar bantuan dan pinjaman yang akan mereka berikan.

Good Governance dalam Hukum Administrasi Negara
Gagasan tentang penyelenggaraan kekuasaan yang baik, dari aspek historis di bawah ini, terdapat dua pendekatan; personal dan sistem. Secara personal telah dimulai pada masa Plato. Menurutnya, penyelenggaraan kekuasaan yang ideal dilakukan secara paternalistik, yakni para penguasa yang bijaksana haruslah menempatkan diri selaku ayah yang baik lagi arif yang dalam tindakannya terhadap anak-anaknya terpadulah kasih dan ketegasan demi kebahagiaan anak-anak itu sendiri. Pada bagian lain, Plato mengusulkan agar negara menjadi baik, harus dipimpin oleh seorang filosof, karena filosof adalah manusia yang arif bijaksana, menghargai kesusilaan, dan berpengetahuan tinggi. Murid Plato, Aristoteles, berpendapat bahwa pemegang kekuasaan haruslah orang yang takluk pada hukum, dan harus senantiasa diwarnai oleh penghargaan dan penghormatan terhadap kebebasan, kedewasaan dan kesamaan derajat. Hanya saja tidak mudah mencari pemimpin dengan kualitas pribadi yang sempurna. Oleh karena itu, pendekatan sistem merupakan alternatif yang paling memungkinkan. Plato sendiri, di usia tuanya terpaksa merubah gagasannya yang semula mengidealkan pemerintah itu dijalankan oleh raja-filosof menjadi pemerintahan yang dikendalikan oleh hukum. Penyelenggaraan negara yang baik, menurut Plato, ialah yang didasarkan pada pengaturan hukum yang baik.

Berdasarkan pendapat Plato ini, maka penyelenggaraan pemerintahan yang didasarkan pada hukum merupakan salah satu alternatif yang baik dalam penyelenggaraan negara. HAN dapat dijadikan instrumen untuk terselenggaranya pemerintahan yang baik. Penyelenggaraan pemerintahan lebih nyata dalam HAN, karena di sini akan terlihat konkrit hubungan antara pemerintah dengan masyarakat, kualitas dari hubungan pemerintah dengan masyarakat inilah setidaknya dapat dijadikan ukuran apakah penyelenggaraan pemerintahan sudah baik atau belum. Di satu sisi HAN dapat dijadikan instrumen yuridis oleh pemerintah dalam rangka melakukan pengaturan, pelayanan, dan perlindungan bagi masyarakat, di sisi lain HAN memuat aturan normatif tentang bagaimana pemerintahan dijalankan, atau sebagaimana dikatakan Sjachran Basah, bahwa salah satu inti hakikat HAN adalah untuk memungkinkan administrasi negara untuk menjalankan fungsinya, dan melindungi administrasi negara dari melakukan perbuatan yang salah menurut hukum. Tulisan dalam makalah ini akan difokuskan pada fungsi HAN baik sebagai norma, instrumen, maupun jaminan perlindungan bagi rakyat.
 Pembangunan Hukum Administrasi Negara merupakan prasyarat dalam Pembangunan Administrasi Negara untuk menciptakan Good Governance. Dalam kaca mata administrasi negara, reformasi administrasi adalah pembenahan sejumlah kebijakan hukum yang terkait dengan struktur, proses dan manajemen baik dalam bidang keuangan, pengawasan, sumber daya manusia aparatur, akuntabilitas dan transparansi serta proses pembuatan kebijakan dan implementasinya. Reformasi administrasi negara berarti pula reformasi dalam bidang hukum administrasi negara. Karena tidak ada reformasi administrasi yang berjalan tanpa adanya reformasi dalam bidang hukum administrasi.
 Arah pertumbuhan dan perubahan sistem yang harus dilakukan dalam reformasi administrasi negara harus meliputi sejumlah penyempurnaan berbagai macam peraturan perundang-undangan baik dalam bentuk Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden dan peraturan lainnya. Perubahan yang harus dilakukan mulai dari HAN yang bersifat sektoral maupun HAN yang bersifat lintas sektoral. Diantara HAN yang bersifat lintas sektoral adalah penyusunan Prosedur Pembuatan Keputusan, peraturan Penyerahan Keputusan, Peraturan Penegakkan Keputusan dan Peraturan Mengenai Biaya dan Ganti Rugi. Secara lintas sektoral pembangunan HAN berarti pula pembangunan peraturan mengenai proses dan manajemen Sumber Daya Manusia Aparatur, sistem pengawasan, sistem pengelolaan keuangan dan lain-lainnya.
B.     Perwujudan Good Governance
Secara umum, Good Governance adalah pemerintahan yang baik. Dalam versi World Bank, Good Governance adalah suatu peyelegaraan manajemen pembangunan yang solid dan bertanggung jawab yang sejalan dengan prinsip demokrasi dan pasar yang efisien, penghindaran salah alokasi dana investasi dan pencegahan korupsi baik secara politik maupun secara administratif menjalankan disiplin anggaran serta penciptaan legal dan politican framework bagi tumbuhnya aktifitas usaha. Hal ini bagi pemerintah maupun swasta di Indonesia ialah  merupakan suatu  terobosan mutakhir dalam menciptakan kredibilitas publik dan untuk melahirkan bentuk manajerial yang handal.
Good Governance diIndonesia sendiri mulai benar – benar dirintis dan diterapkan sejak meletusnya era Reformasi yang dimana pada era tersebut telah terjadi perombakan sistem pemerintahan yang menuntut proses demokrasi yang bersih sehingga Good Governance merupakan salah satu alat Reformasi yang mutlak diterapkan dalam pemerintahan baru. Akan tetapi, jika dilihat dari perkembangan Reformasi yang sudah berjalan selama 15 tahun ini, penerapan Good Governance di Indonesia belum dapat dikatakan berhasil sepenuhnya sesuai dengan cita – cita Reformasi sebelumnya. Masih banyak ditemukan kecurangan dan kebocoran dalam pengelolaan anggaran dan akuntansi yang merupakan dua produk utama Good Governance.
Akan tetapi, Hal tersebut tidak berarti gagal untuk diterapkan, banyak upaya yang dilakukan pemerintah dalam menciptakan iklim Good Governance yang baik, diantaranya ialah mulai diupayakannya transparansi informasi terhadap publik mengenai APBN sehingga memudahkan masyarakat untuk ikut berpartisipasi dalam menciptakan kebijakan dan dalam proses pengawasan pengelolaan APBN dan BUMN. Oleh karena itu, hal tersebut dapat terus menjadi acuan terhadap akuntabilitas manajerial dari sektor publik tersebut agar kelak lebih baik dan kredibel kedepannya. Undang-undang, peraturan dan lembaga – lembaga penunjang pelaksanaan Good governance pun banyak yang dibentuk. Hal ini sangatlah berbeda jika dibandingkan dengan sektor publik pada era Orde Lama yang banyak dipolitisir pengelolaannya dan juga pada era Orde Baru dimana sektor publik di tempatkan sebagai agent of development bukannya sebagai entitas bisnis sehingga masih kental dengan rezim yang sangat menghambat terlahirnya pemerintahan berbasis Good Governance.
Prinsip- Prinsip Good Governance
Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang sedang berjuang dan mendambakan terciptanya good governance. Namun, keadaan saat ini menunjukkan bahwa hal tersebut masih sangat jauh dari harapan. Kepentingan politik, KKN, peradilan yang tidak adil, bekerja di luar kewenangan, dan kurangnya integritas dan transparansi adalah beberapa masalah yang membuat pemerintahan yang baik masih belum bisa tercapai. Untuk mencapai good governance dalam tata pemerintahan di Indonesia, maka prinsip-prinsip good governance hendaknya ditegakkan dalam berbagai institusi penting pemerintahan. Dengan melaksanakan prinsip-prinsip good governance maka tiga pilarnya  yaitu pemerintah, korporasi, dan masyarakat sipil hendaknya saling menjaga, saling support dan berpatisipasi aktif dalam penyelenggaraan pemerintahan yang sedang dilakukan
Kunci utama memahami good governance adalah pemahaman atas prinsip-prinsip di dalamnya. Bertolak dari prinsip-prinsip ini akan didapatkan tolak ukur kinerja suatu pemerintahan. Baik-buruknya pemerintahan bisa dinilai bila ia telah bersinggungan dengan semua unsur prinsip-prinsip good governance. Menyadari pentingnya masalah ini, prinsip-prinsip good governance diurai satu persatu sebagaimana tertera di bawah ini:
1.        Partisipasi Masyarakat
Semua warga masyarakat mempunyai suara dalam pengambilan keputusan, baik secara langsung maupun melalui lembaga-lembaga perwakilan sah yang mewakili kepentingan mereka. Partisipasi menyeluruh tersebut dibangun berdasarkan kebebasan berkumpul dan mengungkapkan pendapat, serta kapasitas untuk berpartisipasi secara konstruktif.
2.        Tegaknya Supremasi Hukum
Kerangka hukum harus adil dan diberlakukan tanpa pandang bulu, termasuk di dalamnya hukum-hukum yang menyangkut hak asasi manusia.
3.        Transparansi
Tranparansi dibangun atas dasar arus informasi yang bebas. Seluruh proses pemerintahan, lembaga-lembaga dan informasi perlu dapat diakses oleh pihak-pihak yang berkepentingan, dan informasi yang tersedia harus memadai agar dapat dimengerti dan dipantau.
4.        Peduli pada Stakeholder
Lembaga-lembaga dan seluruh proses pemerintahan harus berusaha melayani semua pihak yang berkepentingan.

5.        Berorientasi pada Konsensus
Tata pemerintahan yang baik menjembatani kepentingan-kepentingan yang berbeda demi terbangunnya suatu konsensus menyeluruh dalam hal apa yang terbaik bagi kelompok-kelompok masyarakat, dan bila mungkin, konsensus dalam hal kebijakan-kebijakan dan prosedur-prosedur.
6.        Kesetaraan
Semua warga masyarakat mempunyai kesempatan memperbaiki atau mempertahankan kesejahteraan mereka.
7.        Efektifitas dan Efisiensi
Proses-proses pemerintahan dan lembaga-lembaga membuahkan hasil sesuai kebutuhan warga masyarakat dan dengan menggunakan sumber-sumber daya yang ada seoptimal mungkin.
8.        Akuntabilitas
Para pengambil keputusan di pemerintah, sektor swasta dan organisasi-organisasi masyarakat bertanggung jawab baik kepada masyarakat maupun kepada lembaga-lembaga yang berkepentingan. Bentuk pertanggung jawaban tersebut berbeda satu dengan lainnya tergantung dari jenis organisasi yang bersangkutan.
9.        Visi Strategis
Para pemimpin dan masyarakat memiliki perspektif yang luas dan jauh ke depan atas tata pemerintahan yang baik dan pembangunan manusia, serta kepekaan akan apa saja yang dibutuhkan untuk mewujudkan perkembangan tersebut. Selain itu mereka juga harus memiliki pemahaman atas kompleksitas kesejarahan, budaya dan sosial yang menjadi dasar bagi perspektif tersebut.
    Kaitan Prinsip-Prinsip Good Governance dalam Pelayanan Publik
Menerapkan praktik good governance dapat dilakukan secara bertahap sesuai dengan kapasitas pemerintah, masyarakat sipil, dan mekanisme pasar. Salah satu pilihan strategis untuk menerapkan good governance di Indonesia adalah melalui penyelenggaraan pelayanan publik. Ada beberapa pertimbangan mengapa pelayanan publik menjadi strategis untuk memulai menerapkan good governance.
Pelayanan publik sebagai penggerak utama juga dianggap penting oleh semua aktor dari unsur good governance. Para pejabat publik, unsur-unsur dalam masyarakat sipil dan dunia usaha sama-sama memiliki kepentingan terhadap perbaikan kinerja pelayanan publik. Ada tiga alasan penting yang melatar-belakangi bahwa pembaharuan pelayanan publik dapat mendorong praktik good governance di Indonesia. Pertama, perbaikan kinerja pelayanan publik dinilai penting oleh stakeholders, yaitu pemerintah , warga, dan sektor usaha. Kedua, pelayanan publik adalah ranah dari ketiga unsur governance melakukan interaksi yang sangat intensif. Ketiga, nilai-nilai yang selama ini mencirikan praktik good governance diterjemahkan secara lebih mudah dan nyata melalui pelayanan publik
Fenomena pelayanan publik oleh birokrasi pemerintahan sarat dengan permasalahan, misalnya prosedur pelayanan yang bertele-tele, ketidakpastian waktu dan harga yang menyebabkan pelayanan menjadi sulit dijangkau secara wajar oleh masyarakat. Hal ini menyebabkan terjadi ketidakpercayaan kepada pemberi pelayanan dalam hal ini birokrasi sehingga masyarakat mencari jalan alternatif untuk mendapatkan pelayanan melalui cara tertentu yaitu dengan memberikan biaya tambahan. Dalam pemberian pelayanan publik, disamping permasalahan diatas, juga tentang cara pelayanan yang diterima oleh masyarakat yang sering melecehkan martabatnya sebagai warga Negara. Masyarakat ditempatkan sebagai klien yang membutuhkan bantuan pejabat birokrasi, sehingga harus tunduk pada ketentuan birokrasi dan kemauan dari para pejabatnya. Hal ini terjadi karna budaya yang berkembang dalam birokrasi selama ini bukan budaya pelayanan, tetapi lebih mengarah kepada budaya kekuasaan.
Upaya untuk menghubungkan tata-pemerintahan yang baik dengan pelayanan publik barangkali bukan merupakan hal yang baru. Namun keterkaitan antara konsep good-governance (tata-pemerintahan yang baik) dengan konsep public service (pelayanan publik) tentu sudah cukup jelas logikanya publik dengan sebaik-baiknya. Argumentasi lain yang membuktikan betapa pentingnya pelayanan publik ialah keterkaitannya dengan tingkat kesejahteraan rakyat. Inilah yang tampaknya harus dilihat secara jernih karena di negara-negara berkembang kesadaran para birokrat untuk memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat masih sangat rendah.
Secara garis besar, permasalahan penerapan Good Governance meliputi :
1.        Reformasi birokrasi belum berjalan sesuai dengan tuntutan masyarakat;
2.        Tingginya kompleksitas permasalahan dalam mencari solusi perbaikan;
3.        Masih tingginya tingkat penyalahgunaan wewenang, banyaknya praktek KKN, dan masih lemahnya pengawasan terhadap kinerja aparatur;
4.        Makin meningkatnya tuntutan akan partisipasi masyarakat dalam kebijakan publik;
5.        Meningkatnya tuntutan penerapan prinsip-prinsip tata kepemerintahan yang baik antara lain transparansi, akuntabilitas dan kualitas kinerja publik serta taat pada hukum;
6.        Meningkatnya tuntutan dalam pelimpahan tanggung jawab, kewenangan dan pengambilan keputusan dalam era desentralisasi;
7.        Rendahnya kinerja sumberdaya manusia dan kelembagaan aparatur; sistem kelembagaan (organisasi) dan ketatalaksanaan (manajemen) pemerintahan daerah yang belum memadai;
Untuk mengatasi permasalahan tersebut dalam buku van walt yang berjudul changing public services values mengatakan bahwa para birokrat bekerja dalam sebuah bermuatan nilai dan lingkungan yang yang didorong oleh sejumlah nilai. nilai-nilai ini yang menjadi pijakan dalam segala aktivitas birokrasi saat memberi pelayanan publik.
Terkait dengan pernyataan tersebut ada beberapa nilai yang harus dipegang teguh para formulator saat mendesain suatu naklumat pelayanan. beberapa nilai yang dimaksud yakni:
1.         Kesetaraan
2.         Keadilan
3.         Keterbukaan
4.         Kontinyuitas dan regualitas
5.         Partisipasi
6.         Inovasi dan perbaikan
7.         Efesiensi
Dengan metode tersebut  penerapan prinsip good governance dalam pelayanan publik akan berjalan sesuai dengan prinsip-prinsip good governance yang telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2000. Penyelenggaraan pemerintahan yang baik, pada dasarnya menuntut keterlibatan seluruh komponen pemangku kepentingan, baik di lingkungan birokrasi maupun di lingkungan masyarakat. Penyelenggaraan pemerintahan yang baik, adalah pemerintah yang dekat dengan masyarakat dan dalam memberikan pelayanan harus sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Esensi kepemerintahan yang baik (good governance) dicirikan dengan terselenggaranya pelayanan publik yang baik, hal ini sejalan dengan esensi kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah yang ditujukan untuk memberikan keleluasaan kepada daerah mengatur dan mengurus masyarakat setempat, dan meningkatkan pelayanan publik.
Beberapa pertimbangan mengapa pelayanan publik (khususnya dibidang perizinan dan non perizinan) menjadi strategis, dan menjadi prioritas sebagai kunci masuk untuk melaksanakan kepemerintahan yang baik di Indonesia. Salah satu pertimbangan mengapa pelayanan publik menjadi strategis dan prioritas untuk ditangani adalah, karena dewasa ini penyelenggaraan pelayanan publik sangat buruk dan signifikan dengan buruknya penyelenggaraan good governance. Dampak pelayanan publik yang buruk sangat dirasakan oleh warga dan masyarakat luas, sehingga menimbulkan ketidakpuasan dan ketidakpercayaan terhadap kinerja pelayanan pemerintah. Buruknya pelayanan publik, mengindikasikan kinerja manajemen pemerintahan yang kurang baik.
Penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan publik yang dilakukan oleh pemerintah atau pemerintah daerah, selama ini didasarkan pada paradigma rule government (pendekatan legalitas). Dalam merumuskan, menyusun dan menetapkan kebijakan senantiasa didasarkan pada pendekatan prosedur dan keluaran (out put), serta dalam prosesnya menyandarkan atau berlindung pada peraturan perundang-undangan atau mendasarkan pada pendekatan legalitas. Penggunan paradigma rule government atau pendekatan legalitas, dewasa ini cenderung mengedepankan prosedur, hak dan kewenangan atas urusan yang dimiliki (kepentingan pemerintah daerah), dan kurang memperhatikan prosesnya. Pengertiannya, dalam proses merumuskan, menyusun dan menetapkan kebijakan, kurang optimal melibatkan stakeholder (pemangku kepentingan di lingkungan birokrasi, maupun masyarakat).
Pendidikan, Kesehatan dan Hukum (administrasi) adalah tiga komponen dasar pelayanan publik yang harus diberikan oleh penyelenggaran negara (pemerintah) kepada rakyat. Hingga saat ini, pelayanan tersebut tampak belum maksimal. Kondisi iklim investasi, kesehatan, dan pendidikan saat ini sangat tidak memuaskan, sebagai akibat tidak jelasnya dan rendahnya kualitas pelayanan yang ditawarkan oleh institusi-institusi pemerintahan. Bahkan muncul berbagai permasalahan; masih terjadinya diskriminasi pelayanan, tidak adanya kepastian pelayanan, birokrasi yang terkesan berbelit-belit serta rendahnya tingkat kepuasan masyarakat. Faktor-faktor penyebab buruknya pelayanan publik selama ini antara lain:
a.       Kebijakan dan keputusan yang cenderung menguntungkan para elit politik dan sama sekali tidak pro rakyat.
b.      Kelembagaan yang dibangun selalu menekankan sekedar teknis-mekanis saja dan bukan pedekatan pe-martabat-an kemanusiaan.
c.       Kecenderungan masyarakat yang mempertahankan sikap nrima (pasrah) apa adanya yang telah diberikan oleh pemerintah sehingga berdampak pada sikap kritis masyarakat yang tumpul.
d.      Adanya sikap-sikap pemerintah yang berkecenderungan mengedepankan informality birokrasi dan mengalahkan proses formalnya dengan asas mendapatkan keuntungan pribadi.
Terdapat 3 unsur penting dalam pelayanan publik, yaitu unsur pertama, adalah organisasi pemberi (penyelenggara) pelayanan yaitu Pemerintah Daerah, unsur kedua, adalah penerima layanan (pelanggan) yaitu orang atau masyarakat atau organisasi yang berkepentingan, dan unsur ketiga, adalah kepuasan yang diberikan dan/atau diterima oleh penerima layanan (pelanggan).
1.         Unsur pertama menunjukkan bahwa pemerintah daerah memiliki posisi kuat sebagai (regulator) dan sebagaipemegang monopoli layanan, dan menjadikan Pemda bersikap statis dalam memberikan layanan, karena layanannya memang dibutuhkan atau diperlukan oleh orang atau masyarakat atau organisasi yang berkepentingan. Posisi ganda inilah yang menjadi salah satu faktor penyebab buruknya pelayanan publik yang dilakukan pemerintah daerah, karena akan sulit untuk memilah antara kepentingan menjalankan fungsi regulator dan melaksanakan fungsi meningkatkan pelayanan.
2.         Unsur kedua, adalah orang, masyarakat atau organisasi yang berkepentingan atau memerlukan layanan (penerima layanan), pada dasarnya tidak memiliki daya tawar atau tidak dalam posisi yang setara untuk menerima layanan, sehingga tidak memiliki akses untuk mendapatkan pelayanan yang baik. Posisi inilah yang mendorong terjadinya komunikasi dua arah untuk melakukan KKN dan memperburuk citra pelayanan dengan mewabahnya Pungli, dan ironisnya dianggap saling menguntungkan.
3.         Unsur ketiga, adalah kepuasan pelanggan menerima pelayanan, unsur kepuasan pelanggan menjadi perhatian penyelenggara pelayanan (Pemerintah), untuk menetapkan arah kebijakan pelayanan publik yang berorienntasi untuk memuaskan pelanggan, dan dilakukan melalui upaya memperbaiki dan meningkatkan kinerja manajemen pemerintahan daerah.

C.    Eksistensi Good Governance di Indonesia
Eksistensi pemerintahan yang baik atau yang sering disebut good governance yang selama di elukan-elukan faktanya saat ini masih menjadi mimpi dan hanyalah sebatas jargon belaka. Indonesia harus segera terbangun dari tidur panjangnya. Revolusi disetiap bidang harus dilakukan karena setiap produk yang dihasilkan hanya mewadahi kepentingan partai politik, fraksi dan sekelompok orang. Padahal seharusnya penyelenggaraan negara yang baik harus menjadi perhatian serius. Transparansi memang bisa menjadi salah satu solusi tetapi apakah cukup hanya itu untuk mencapai good governance.
Sebagai negara yang menganut bentuk kekuasaan demokrasi. Maka “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar” seperti disebutkan dalam UUD NRI 1945 Pasal 1 ayat (2). Negara seharusnya memfasilitasi keterlibatan warga dalam proses kebijakan publik. Menjadi salah satu bentuk pengawasan rakyat pada negara dalam rangka mewujudkan good governance. Memang akan  melemahkan posisi pemerintah. Namun hal itu lebih baik daripada perlakukan otoriter dan represif pemerintah.
Penyakit magnetis atas materi yang saat ini menjangkiti setiap oknum pejabat dalam pemerintahan masih belum bisa disembuhkan. “Korupsi” yang bahkan beberapa kalangan sebagai budaya hidup pejabat pemerintahan masih saja eksis dan malah meningkat. Lalu bagaimana dengan eksistensi good governance  dalam menangani korupsi tersebut. Prinsip kedaulatan berada ditangan rakyat seolah hanya sebatas goresan hitam diatas kertas konstitusi. Banyak tindakan dan langkah yang ditempuh pemerintah tanpa memikirkan kondisi dan memberika rakyat untuk ikut berpartisipasi. Asumsi demokrasi adalah otoritas yang terletak di tangan rakyat maka masyarakat memiliki hak untuk ikut serta dan tahu tujuannya. Produk hukum dan penegakan hukum tersebut belum memberikan hak itu sampai saat ini. Perlu dilakukan pembentukan susunan politik yang memungkinkan ruang untuk kelompok yang berbeda dalam masyarakat sipil untuk bergabung dalam proses kebijakan publik. Good Governance adalah segala daya upaya untuk mewujudkan suatu pemerintahan yang baik. Namun saat ini Indonesia masalah politik seringkali menjadi penghambat bagi terwujudnya good governance tersebut.
Perlu pengawasan terhadap pemerintah dalam setiap kebijakan dan produk hukum yang  dihasilkan. Untuk meningkatan pelayanan publik dan kinerja pemerintah dalam menegakkan hukum. Dimana tujuan hukum itu sendiri menurut Gustav Radbruch adalah keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum. Maka demi terjaminnya eksistensi good governance di Indonesia maka pemerintah dalam menjalankan pemerintahan haruslah bersih sebagai telah diwujudkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (UU No. 28 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme). Namun dengan berbagai langkah yang telah ditempuh, cita-cita good governance masih belum dapat direalisasikan. Maka perlu pengkajian lebih dalam terhadap faktor yang mendasari hal itu bisa terjadi dan mencari formula yang tepat untuk menyelesaikan masalah tersebut. Juga sebagai wujud langkah preventif dari masalah yang lebih berat daripada masalah yang saat ini dihadapi Indonsia.
Makna dari governance dan good governance pada dasarnya tidak diatur dalam sebuah undang-undang (UU). Tetapi dapat dimaknai bahwa governance adalah tata pemerintahan, penyelenggaraan negara, atau management (pengelolaan) yang artinya kekuasaan tidak lagi semata-mata dimiliki atau menjadi urusan pemerintah. Governance itu sendiri memiliki unsur kata kerja yaitu governing yang berarti fungsi pemerintah bersama instansi lain (LSM, swasta dan warga negara) yang dilaksanakan secara seimbang dan partisipatif. Sedangkan good governance adalah tata pemerintahan yang baik atau menjalankan fungsi pemerintahan yang baik, bersih dan berwibawa (struktur, fungsi, manusia, aturan, dan lain-lain). Clean government adalah pemerintahan yang bersih dan berwibawa. Good corporate adalah tata pengelolaan perusahaan yang baik dan bersih. Governance without goverment berarti bahwa pemerintah tidak selalu di warnai dengan lembaga, tapi termasuk dalam makna proses pemerintah.
Istilah good governance lahir sejak berakhirnya Orde Baru dan digantikan dengan gerakan reformasi. Sejak itu pula sering diangkat menjadi wacana atau tema pokok dalam setiap kegiatan pemerintahan. Namun meski sudah sering terdengar ditelinga  legislatif, pengaturan mengenai good governance belum diatur secara khusus dalam bentuk sebuah produk, UU misalnya. Hanya terdapat sebuah regulasi yaitu UU No. 28 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme yang mengatur penyelenggaraan negara dengan Asas Umum Pemerintahan Negara yang Baik (AUPB).
Good governance sebagai upaya untuk mencapai pemerintahan yang baik maka harus memiliki beberapa bidang yang dilakukan agar tujuan utamanya dapat dicapai, yang meliputi:
1.   Politik
Politik merupakan bidang yang sangat riskan dengan lahirnya msalah karena seringkali menjadi penghambat bagi terwujudnya good governance. Konsep politik yang kurang bahkan tidak demokratis yang berdampak pada berbagai persoalan di lapangan. Krisis politik yang saat ini terjadi di Indonesia dewasa ini tidak lepas dari penataan sistem politik yang kurang demokratis. Maka perlu dilakukan pembaharuan politik yang menyangkut berbagai masalah penting seperti:
§     UUD NRI 1945 yang merupakan sumber hukum dan acuan pokok penyelenggaraan pemerintahan maka dalam penyelenggaraannya harus dilakukan untuk mendukung terwujudnya good governance. Konsep good governance itu dilakukan dalam pemilihan presiden langsung, memperjelas susunan dan kedudukan MPR dan DPR, kemandirian lembaga peradilan, kemandirian kejaksaan agung dan penambahan pasal-pasal tentang hak asasi manusia.
§     Perubahan UU Politik dan UU Keormasan yang lebih menjamin partisipasi dan mencerminkan keterwakilan rakyat.
§     Reformasi agraria dan perburuhan
§     Mempercepat penghapusan peran sosial politik TNI
§     Penegakan supremasi hukum
2.   Ekonomi
Ekonomi Indonesia memang sempat terlepas dari krisis global yang bahkan bisa menimpa Amerika Serikat. Namun keadaan Indonesia saat ini masih terbilang krisis karena masih banyaknya pihak yang belum sejahtera dengan ekonomi ekonomi rakyat. Hal ini dikarenakan krisis ekonomi bisa melahirkan berbagai masalah sosial yang bila tidak teratasi akan mengganggu kinerja pemerintahan secara menyeluruh. Permasalahan krisis ekonomi di Indonesia masih berlanjut sehingga perlu dilahirkan kebijakan untuk segera .
3.  Sosial
Masyarakat yang sejahtera dengan terwujudnya setiap kepentingan masyarakat yang tercover dalam kepentingan umum adalah perwujudan nyata good governance. Masyarakat selain menuntut perealisasikan haknya tetapi juga harus memikirkan kewajibannya dengan berpartisipasi aktif dalam menentukan berbagai kebijakan pemerintahan. Hal ini sebagai langkah nyata menjalankan fungsi pengawasan yang efektif dalam pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan. Namun keadaan Indonesia saat ini masih belum mampu memberikan kedudukan masyarakat yang berdaya di hadapan negara. Karena diberbagai bidang yang didasari kepentingan sosial masih banyak timbul masalah sosial. Sesuai dengan UUD NRI Pasal 28 bahwa “Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang”. Masyarakat diberikan kesempatan untuk membentuk golongan dengan tujuan tertentu selama tidak bertentangan dengan tujuan negara. Namun konflik antar golongan yang masih sering terjadi sangat kecil kemungkinan good governance bisa ditegakkan. Maka good governance harus ditegakkan dengan keadaan masyarakat dengan konflik antar golongan tersebut. 
4.   Hukum
Dalam menjalankan pemerintahan pejabat negara memakai hukum sebagai istrumen mewujudkan tujuan negara. Hukum adalah bagian penting dalam penegakan good governance. Setiap kelemahan sistem hukum akan memberikan influence terhadap kinerja pemerintahan secara keseluruhan. Karena good governanance tidak akan dapat  berjalan dengan baik dengan hukum yang lemah. Penguatan sistem hukum atau reformasi hukum merupakan kebutuhan mutlak bagi terwujudnya good governance. Hukum saat ini lebih dianggap sebagai komiditi daripada lembaga penegak keadilan dan kalangan kapitalis lainnya. Kenyataan ini yang membuat ketidakpercayaan dan ketidaktaatan pada hukum oleh masyarakat.
D. Peningkatan Pelayanan Publik
Dalam menjalankan fungsinya hukum memerlukan berbagai perangkat agar memiliki kinerja yang baik. Salah satu kinerja hukum yang membedakan dengan kaidah lainya adalah bahwa hukum yang memiliki kaidah yang bersifat memaksa. Artinya apabila azas dan kaidah hukum ditungkan dalam sebuah peraturan perundang-undangan, maka setiap orang diharus kan untuk melaksanakan nya.
Dalam pembahasan mengenai pelayanan publik. Konsep pelayanan publik dalam penegakan hukum, di mulai dari konsep Lawrence M. Friedmen tentang tiga unsur sistem hukum, yaitu:
a.       Struktur hukum, yakni kerangka ataurangkaian dari hukum itu sendiri
b.      Subtansi hukum, yakni aturan, norma, dan pola perilaku manusia yang nyata dalam sistem hukum
c.       Kultur hukum, yakni sikap manusia terhadap hukum dan sistem hukum, yang didalamnya terdapat kepercayaan, nilai, pemikiran serta harapan.

Selanjutnya menurut Soerjono Soekanto, penegakan hukum sebenarnya terletak pada faktor-faktor yang mungkin mempengaruhinya. Faktor itu mempunyai arti netral, sehingga dampak positif maupun negatifnya terletak pada supstansi atau isi faktor tersebut. Adapun faktor tersebut adalah:
a.       Faktor hukumnya sendiri;
b.      Faktor penegak hukumnya;
c.       Faktor sarana;
d.      Faktor masyarakat;
e.       Faktor kebudayaan;
Kelima faktor tersebut saling berkaitan erat satu sama lainya, oleh karena itu faktor tersebut merupakan esensi dari penegakan hukum, juga meruipakan tolak ukur dari efektivitas penegakan hukum.
Selanjutnya ditarik faktor yang memberikan suatu kesimpulan dalam dalam mendukung pelayanan publik adalah:
a.       Faktor Hukum
Hukum akan mudah di tegakan, jika aturan atau Undang-undangnya sebagai sumber hukum mendukung untuk terciptanya penegakan hukum. Artinya, peraturan perUndang-Undangannya sesuai dengan kebutuhan untuk terciptanya penyelenggaraan pelayanan publik. Kemudian suatu aturan atau undang-undang dapat dikatakan bisa menjadi sumber hukum dan kemudian di tegakan, jika undang-undang itu harus berada dalam azas-azas sebagi berikut :
1). Undang-undang tidak boleh berlaku surut. Artinya Undang-undang hanya boleh di terapkan pada peristiwa yang disebut dalam Undang-undang tersebut, serta terjadi setelah undang-undang tersebut berlaku;
2). Undang-undang dibuat oleh penguasa yang lebih tinggi, mempunyai kedudukan lebih tinggi pula.
3). Undang-undang yang bersifat kusus mengesampingkan undang-undang yang bersifat umum.
4). Undang-undang yang berlaku belakangan membatalkan undang-undang yang berlaku terdahulu
5). Undang-undang tidak dapat diganggu gugat.

b.      Faktor Aparatur Pemerintah
Aparatuur pemerintah merupakan salah satu faktor dalam terciptanya peningkatan dalam pelayanan publik. Oleh karena aparat pemerintah merupakan unsur yang bekerja di dalam praktik untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat. Maka secara sosiologis aparat pemerintah mempunyai kedudukan atau peranan dalam suatu pelanan publik yang maksimal.

c.       Faktor Sarana
Penyelenggaraan pelayanan publik tidak akan berlangsung dengan lancar dan tertib (baik)  jika tanpa adanya sarana atau fasilitas yang mendukungnya. Sarana itu mencakaup tenaga manusia yang berpendidikan, organisasi yang baik, peralatan yang memadai, dan keuangan yang cukupjika hal-hal yang demikian itu tidak terpenuhi maka mustahil untuk mencapai pelayanan publik yang baik atausesuai harapan.
Meskipun faktor-faktor hukum, aparat penegak hukum dan kesadaran hukum masyarakat sudah dapat di penuhi dengan baik, namun jika fasilitas yang tersedia kurang memadai, niscaya tidak akan terwujud suatu pelayanan publik yang baik.

d.      Faktor Masyarakat
Pada intinya penyelenggaraan pelayanan publik diperuntukan untuk masyarakat, dan oleh karenanya masyarakatlah yang memerlukan berbagai pelayanan dari pemerintah penguasa. Dan dengan kata lain masyarakat memeiliki eksistensi dalam pelayanan, karena dalam konteks kemasarakatan pelayanan publik berasal dari masyarakat (publik) dimana tujuan utamanya adalah untuk tercapainya kesejatraan masyarakat seutuhnya. Oleh karena itu dipandang dari sudut tertentu, maka masyarakat dapat mempengaruhi terciptanya pelayanan publik yang baik. Artinya masyarakat harus mendukung terhadap kegiatan peningkatan pelayanan publik yang di aktualisasikan melalui kesadaran hukum

e.       Faktor Kebudayaan
Kebudayaan merupakan faktor yang hampir sama dengan faktor masyarakat. Jika melihat dari sistem sosial budaya, negara Indonesia sendiri memiliki masyarakat yang majemuk dengan berbagai macam karakteristik. Perlu disadari bahwa obyektifnya dalam penyelenggaraan pelayanan publik tidak bisa di sama ratakan karena memiliki perbedaan karakteristik pada masing-masing masyarakat di setiap daerahnya. Faktor kebudayaan dalam terciptanya peyelenggaraan pelayanan publik yang baik pada dasarnya mencakup nilai-nilai yang mendasari hukum yang berlaku, nilai-nilai yang merupakan konsepsi abstarak mengenai apa yang baik dan apa yang buruk.



















BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Indonesia adalah salah satu negara didunia yang sedang berjuang dan mendambakan clean and good governance. Namun keadaan saat ini menunjukkan jelas hal tersebut masih sangat jauh dari harapan. Kepentingan politik, KKN, peradilan yang tidak adil, bekerja diluar kewenangan, dan kurangnya integritas dan transparansi adalah beberapa masalah yang membuat pemerintahan yang baik masih belum bisa tercapai. Masyarakat dan pemerintah masih bertolak berlakang untuk mengatasi masalah tersebut. Justru seharusnya menjalin harmonisasi dan kerjasama mengatasi masalah-masalah yang ada.

Hukum yang menjadi alat negara menjalankan pemerintahan, membatasi ruang gerak pemerintah dan masyarakat. Hukum juga sebagai instrumen merealisasikan setiap kepentingan individu yang tercover  dalam kepentingan rakyat. Karena negara terbentuk oleh rasa kebersamaan dan kesatuan setiap individu yang mendorong terbentuknya negara. Untuk menyelenggarakan negara dipilih orang-orang yang diangggap terbaik dari setiap person yang ada untuk menjadi pejabat negara. Pejabat yang akan menjalankan pemerintahan dan menjadi wadah setiap individu dalam masyarakat. Pejabat negara yang akan membuat negara tetap eksis dan berkembang untuk mencapai good governance. Demikian juga dengan Indonesia yang masih berjuang mencapainya.
Pembentukan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan bahwa tujuan didirikan Negara Republik Indonesia, antara lain adalah untuk memajukan kesejatraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Amanat tersebut mengandung makna negara berkewajiban memenuhi kebutuhan setiap warga negara melalui suatu sistem pemerintahan yang mendukung terciptanya penyelenggaraan pelayanan publik yang prima dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar dan hak sipil setiap warga negara atas barang publik, jasa publik, dan pelayanan administratif.

SARAN
Berbagai permasalahan nasional menjadi alasan belum maksimalnya good governance. Dengan melaksanakan prinsip-prinsip good governance maka tiga pilarnya yaitu pemerintah, korporasi, dan masyarakat sipil saling menjaga, support dan berpatisipasi aktif dalam penyelnggaraan negara proses yang sedang dilakukan. Terutama antara pemerintah dan masyarakat menjadi bagian penting tercapainya good governance. Tanpa good governance sulit bagi masing-masing pihak untuk dapat saling berkontribusi dan saling mengawasi. Good governance tidak akan bisa tercapai apabila integritas pemerintah dalam menjalankan pemerintah tidak dapat dijamin. Hukum hanya akan menjadi bumerang yang bisa balik menyerang negara dan pemerintah menjadi lebih buruk apabila tidak dipakai sebagaimana mestinya. Konsistensi pemerintah dan masyarakat harus terjamin sebagai wujud peran masing-masing dalam pemerintah. Setiap pihak harus bergerak dan menjalankan tugasnya sesuai dengan kewenangan masing-masing.

No comments: